Melangkahkan kaki untuk pertama kalinya ke Tanah Suci adalah pengalaman yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Perjalanan umrah bukan hanya soal fisik berpindah tempat, tetapi lebih dari itu—ia adalah perjalanan rohani yang menyentuh hati dan menggetarkan jiwa. Dalam catatan ini, saya ingin membagikan pengalaman pribadi saat melaksanakan umrah pertama ke dua kota suci umat Islam: Mekkah dan Madinah.
Awal Niat dan Persiapan
Segalanya berawal dari niat yang kuat. Ketika niat umrah itu tumbuh, Allah seolah membuka jalan: dari rezeki yang cukup, kesehatan yang memadai, hingga kemudahan dalam urusan administrasi. Persiapan fisik dan mental pun dilakukan, mulai dari membaca manasik, memahami tata cara ibadah, hingga menjaga kesehatan menjelang keberangkatan.
Tiba di Madinah: Kota yang Penuh Ketenangan
Perjalanan dimulai dari Kota Madinah, tempat Rasulullah ﷺ hijrah dan membangun peradaban Islam. Saat pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, suasananya begitu menenangkan. Tidak ada hiruk-pikuk yang berlebihan, hanya kedamaian yang menyelimuti hati.
Di sinilah saya menunaikan shalat di Masjid Nabawi, masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi salah satu tempat paling utama untuk beribadah. Raudhah, taman surga yang terletak di dalam masjid, menjadi tempat penuh haru. Air mata jatuh begitu saja saat menyampaikan salam di makam Rasulullah SAW, seolah rindu yang lama terpendam akhirnya tersampaikan.
Mekkah: Getaran Hati di Hadapan Ka'bah
Setelah beberapa hari di Madinah, kami melanjutkan perjalanan ke Mekkah Al-Mukarramah. Sepanjang perjalanan, hati berdebar tak menentu. Ketika akhirnya melihat Ka'bah untuk pertama kali, saya terdiam. Tak ada kata yang bisa mewakili perasaan takjub, syukur, dan haru saat itu.
Tawaf mengelilingi Ka'bah menjadi momen spiritual yang begitu kuat. Dalam setiap putaran, ada doa dan harapan yang dipanjatkan. Sa’i antara Bukit Shafa dan Marwah pun mengingatkan betapa besar pengorbanan Siti Hajar dalam mencari air untuk putranya, Ismail.
Pelajaran yang Terpatri
Umrah bukan hanya tentang melihat tempat suci, tetapi juga tentang menyucikan hati. Banyak pelajaran yang saya bawa pulang:
- Kesabaran, saat antri, saat ibadah, saat mengalahkan ego sendiri.
- Keikhlasan, karena semua dilakukan semata-mata untuk Allah.
- Kebersamaan, karena umrah mengajarkan empati dan saling tolong-menolong sesama jamaah.
Penutup: Awal dari Perjalanan Hidup Baru
Umrah pertama ini bukan akhir, justru awal dari perubahan hidup yang lebih bermakna. Setelah kembali ke tanah air, semangat untuk memperbaiki diri, memperkuat ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih baik semakin kuat.
Bagi Anda yang sedang merencanakan perjalanan umrah, semoga catatan singkat ini memberi gambaran dan semangat. Dan bagi yang sudah pernah berangkat, semoga bisa menjadi pengingat manis akan betapa indahnya perjalanan menuju rumah Allah.
“Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik...”
Panggilan-Mu telah kami jawab, ya Allah..
Posting Komentar